Tak dapat dipungkiri lagi bahwa krisis energi merupakan salah satu krisis utama yang terjadi di dunia ini. Fosil sebagai bahan baku utama energi telah terancam punah. Energi-energi alternatif sudah banyak dikembangkan terutama yang bersifat renewable atau dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Bioenergy merupakan salah satu solusinya. Banyak peneliti-peneliti yang berusaha mencari energi alternatif yang berasal dari alam dan bersifat ramah lingkungan. Inovasi-inovasi yang dilakukan telah cukup banyak, seperti bioethanol, biogas, mikrohidro dan lain-lain.
Potensi-potensi alam yang bisa dieksplorasi ternyata sangat banyak, salah satunya adalah tanaman pangan. Bioethanol yang dikembangkan saat ini sangat banyak dan bermacam-macam. Salah satunya adalah bioethanol dari jagung. Jagung sebagai bioethanol telah cukup lama menjadi perhatian. Namun, dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan, seperti polusi akibat pemakaian pupuk, pestisida , herbisida, erosi tanah, emisi gas rumah kaca saat produksi, dan tergantikannya lahan bahan pangan menjadi bahan bakar, patut dipertimbangkan.
Sebuah hasil penelitian yang dilakukan ilmuwan-ilmuwan di University of Minnesota belum lama ini diterbitkan di jurnal Environmental Science and Technology, juga menambah daftar panjang dampak dan kerugian yang ditimbulkan ethanol berbasis jagung. Dalam hasil riset disebutkan bahwa ethanol yang didapatkan dari jagung ternyata mengkonsumsi air tiga kali lebih banyak dari yang diperkirakan sebelumnya. Berdasar rata-rata produksi tahunan di Amerika Serikat, 1 liter ethanol yang didapat dari jagung membutuhkan 263 hingga 784 liter air untuk menumbuhkan dan mengubahnya menjadi bahan bakar. Meski angka tersebut bisa berbeda-beda untuk setiap negara bagian, tergantung juga kepada sistem irigasi yang dimilikinya. (Planethijau.com,2009)
Di satu sisi, bioethanol dari jagung tidak cukup menjanjikan untuk menjadi salah satu sumber bioenergi yang ramah lingkungan. Namun disisi lain, bioethanol dari jagung mempunyai peluang besar untuk menyumbang energy alternatif dan renewable.
Oleh karena itu, banyak pihak yang telah mencoba mencari pengganti jagung sebagai bioethanol. Peneliti-peneliti di North Carolina State University, Jay Cheng dan Anne-Marie Stomp, tertarik untuk memberikan solusi terhadap perlunya alternatif pengganti jagung sebagai bahan baku ethanol. Jay Cheng adalah profesor teknik pertanian dan biologi, sedangkan Anne-Marie Stomp adalah lektor kehutanan di universitas yang sama.(Planethijau.com,2009)
Kiambang (dari ki: pohon, tumbuhan, dan ambang: mengapung) merupakan nama umum bagi paku air dari genus Salvinia.. Tanaman ini mengandung protein yang cukup tinggi dan biasanya digunakan untuk campuran pakan ternak. (Wikipedia, 2009)
Menurut Cheng dan Stomp, hingga kini Kiambang masih digunakan sebagai pengolah air limbah ternak skala besar. Sisa-sisa gizi di dalam limbah diserap oleh tanaman tersebut sekaligus menjadikan air limbah aman untuk dialirkan ke dalam sungai atau perairan lainnya. Jay Cheng, menjelaskan bahwa karena kemampuannya untuk menetralisir limbah, maka Kiambang adalah tanaman ramah lingkungan sekaligus bisa menjadi sumber bahan baku ethanol yang berkesinambungan. Kelebihan lainnya jika dibandingkan jagung adalah kemampuannya untuk bereproduksi sendiri dan menghasilkan semacam zat tepung, yaitu bahan dasar yang digunakan untuk membuat ethanol, sekitar lima hingga enam kali lebih banyak jika dibandingkan jagung. Menurutnya, kiambang bisa menjadi tanaman produksi selain tanaman lain yang digunakan untuk bahan baku ethanol. (Planethijau.com, 2009)
Saat ini, hasil penelitian yang telah dipublikasikan di konferensi tahunan Institute of Biological Engineering di Santa Clara California, telah dibuatkan prototip skala pilotnya untuk mengetahui lebih jauh kemampuan dan produksi ethanol dari tanaman tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar